Wakil Wali Kota Bandung Ajak Modernisasi Politik Lewat Pendekatan Sociotechnology

“Ini adalah bentuk nyata dari demokrasi digital, di mana teknologi berperan sebagai jembatan antara pemerintah dan rakyat,” tegasnya.

Tantangan Demokrasi Digital

Meski optimis dengan peluang yang ditawarkan teknologi, Erwin juga mengingatkan bahwa demokrasi digital bukan tanpa risiko. Ia menyoroti tantangan seperti disinformasi, polarisasi politik, serta ketimpangan akses digital di berbagai wilayah.

“Tidak semua pemanfaatan teknologi menjamin demokrasi berjalan sehat. Tanpa pendekatan sosial yang kuat, teknologi bisa dimanfaatkan untuk manipulasi, provokasi, bahkan memperdalam perpecahan,” ujar Erwin.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya membangun kesadaran digital dan literasi politik yang merata. Menurutnya, pendidikan politik berbasis teknologi harus menjangkau masyarakat dari semua lapisan, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil.

“Kalau hanya masyarakat kota yang melek digital, maka demokrasi akan timpang. Kita harus libatkan desa, komunitas akar rumput, pemilih pemula, dan generasi muda dalam proses politik berbasis digital ini,” katanya.

Bandung Siap Jadi Laboratorium Demokrasi Digital

Dalam kesempatan itu, Erwin juga menyampaikan kesiapan Kota Bandung untuk menjadi laboratorium mini dalam mengembangkan model demokrasi digital berbasis sociotechnology. Kota ini dinilai memiliki infrastruktur digital yang cukup memadai dan masyarakat yang adaptif terhadap perubahan teknologi.

“Bandung punya ekosistem teknologi yang berkembang pesat, dari startup, komunitas digital, hingga kampus-kampus unggulan. Kami siap menguji pendekatan sociotechnology sebagai jalan menuju politik yang lebih terbuka, adil, dan modern,” ungkapnya.